POLIGAMI

Why I marry him?
Pertanyaan ini datang bertubi-tubi saat saya memutuskan untuk bersedia menikah dengannya. Trust me, itu bukan keputusan mudah. Butuh waktu bermalam-malam, penuh keraguan, kebingungan, kekhawatiran sebelum mengatakan ‘i do’. Bukan ‘iya’ yang ajeg, tapi penuh kegalauan yg sewaktu-waktu bisa berubah di detik terakhir. Segalau itu? Iya segalau itu.

Apakah saya tidak mencintainya? Saya mencintainya. Namun sebagai perempuan yang cukup rasional dan punya pengalaman tidak menyenangkan ttg pernikahan, saya paham betul bahwa cinta saja tidak cukup untuk mengarungi badai rumah tangga. Apalagi saya tahu rasanya hidup dalam ‘cinta segitiga’ seperti ini dan tidak ingin mengulangnya, jika bisa memilih.

Tapi hidup bukan tentang pilihan kita. Saya belajar untuk taat pada petunjuk, percaya bahwa iman akan membimbing saya menuju jalan terbaik.

Mimpi yang berulang, istikharah yang berkali-kali, hasil konsultasi dengan orang yang saya hormati, jalan yang dilapangkan, adalah tanda yang sangat jelas, bahwa dialah orangnya.

Seseorang di alam alastu, tempat saya berasal. Pasangan jiwa saya. Jiwa yang bersumpah akan taat padaNya. Jadi bagaimana saya bisa mengelak?

Saya bisa saja lari, tapi saya pikir untuk apa. Saya tidak tahu seperti apa hidup ke depan. Sangat gaib. Lari dari petunjuk yang jelas, menuju arah yang tidak jelas, sama saja bunuh diri buat saya. Berani sekali.

Saya memberanikan diri memasuki jalan sulit ini. Belajar percaya, belajar berserah. Melangkah dalam ketidaktahuan, membantu saya untuk merasa fakir dan selalu memohon pertolonganNya. Itu hadiah yang besar dariNya yang saya dapatkan dari poligami ini.

Orang bilang, istri-istri bersedia dipoligami karena hadiahnya surga. Terus terang, saya bukan orang yang mudah diimingi-imingi seperti ini. Apalagi terkesan jadi ‘budak’ suami dan mau diperlakukan apa saja, demi surga.

Saya selalu bertanya-tanya, apa semata-mata karena mau menurut pada suami, meskipun suaminya dzalim, misalnya, berhadiah surga. Saat ini saya belum ada di titik itu.

Meskipun suami adalah pemimpin, selalu saya percaya, agama saya memperlakukan setiap orang dengan fair. Hubungan laki-laki perempuan, ada hak dan kewajiban yang balance sebenarnya antara tanggung jawab dan konsekuensi. Jadi sama saja di mata Allah.

Lalu kenapa orang bisa ke surga jika mau menjalani ini? Di titik ini saya percaya, bukan karena bersedia taat saja yang jadi bekal ke sana, namun penggojlokan di dalam poligami yang membuat seseorang bisa bertransformasi, membersihkan diri, sehingga terlepas dari kendali hawa nafsu dan pantas memasuki tempat suci. Percaya saya, itu SUSAH SEKALI.

Istri-istri dalam pernikahan poligami harus bertarung dengan ego. Saya, harus bertarung dengan ego. Perasaan direndahkan, dipandang hina, orang kedua, dan stigma buruk lainnya, mau tidak mau membuat saya bertanya ulang, siapa diri saya sebenarnya, kemana saya mau melangkah? Apa yang saya mau sebenarnya? Kenapa saya merasa terganggu saat dipandang ‘rendah’?

Jangan ditanya rasanya utk perempuan yang bertahun-tahun percaya bahwa dia bisa melakukan apapun sendiri. Belajar untuk tidak membenci orang lain yang memandang kita hina. Belajar untuk fokus pada niat, tidak lagi pada siapa diri kita di mata orang lain, maupun diri kita sendiri.

Saya juga belajar untuk tidak membenci, memaklumi, menerima, memaafkan, tidak marah, terhadap perlakuan tidak baik dari orang lain. Sangat tidak mudah dan harus jatuh bangun menghadapinya.

Poligami kawah candradimuka penggojlokan diri. Memperlihatkan betul-betul apa yang ada di dalam, yang mungkin tidak terlihat jika tidak digosok dengan cermin lain, SETIAP HARI.

Kawah Candradimuka ini bukan tentang orang lain. Tapi tentang diri sendiri. Tentang pertarungan di dalam, pembabatan habis sifat2 dengki, dendam, amarah, iri, dll, yang tidak bisa dilewati tanpa pertolonganNya.

Jalan ini adalah jalan yang Dia hamparkan untuk saya, untuk mendaki, membersihkan diri, terbang cepat menujuNya, jika saya mau menapakinya sepenuh hati. Apakah jalan ini bisa untuk semua orang? Wallahu’alam. Saya percaya setiap kita punya jalan setapak masing-masing, cerita masing-masing, yang Dia tuliskan, sesuai dengan kapasitas kita, sejak dari penciptaan. Sejak dari perjanjian kita sebelum lahir ke dunia ini. Saya selalu mengatakannya: Jalan Kembali. Untuk saya, setelah sekian perenungan yang saya lakukan, jalan kembali itu adalah ini. Entah untuk orang lain.

Semoga saya bisa sepenuh hati, menapaki jalan kembali ini, bertransformasi, bersama kesulitan yang Dia hadirkan bersamanya. Untuk terbang menuju kesejatian diri.

Amin ya Rabbal ‘alamin.

Similar Posts

  • | | | |

    SENDIRI

    Sejak anak-anak tumbuh besar dan mulai ada aktivitas sendiri, waktu untuk diri sendiri saya menjadi lebih banyak. Anak pertama yang merantau dan relatif mandiri sekarang terpisah negara. Anak kedua yg menginjak usia remaja, mulai senang beraktivitas dengan teman-temannya. Sesekali dia ijin menginap di rumah teman, atau sebaliknya teman menginap di rumah kami. Suami juga tidak…

  • |

    KAWAH PUTIH

    Udah lama pengen ke tempat ini, Alhamdulillah akhirnya kesampaian Minggu kemarin. Sebelumnya pernah ke sini juga, cuma karena hujan deras, akhirnya gak bisa naik ke kawah. Alhasil memutuskan kembali ke Jakarta bersama rombongan. Perjalanan ke sini memakan waktu yang cukup panjang. Berangkat jam 10.00 pagi, tiba di sini pukul 15.30 sore. Lama banget ya…selain karena…

  • | | |

    KEBAIKAN HATI

    Rabu sore menjelang maghrib, dengan langkah tergesa-gesa aku memasuki pelataran mall menuju salah satu klub kebugaran dimana aku terdaftar sebagai anggota-nya. Waktu sudah menunjukkan jam 6 kurang dan waktu maghrib sudah tiba. Hari ini aku ingin mengikuti salah satu kelas yang belum pernah ku ikuti sebelumnya. Aku lirik jam di handphone, masih ada waktu untuk…

  • SITA 2023

    Alhamdulillah dikasih Allah kesempatan memandu salah satu acara besar yang selalu saya tunggu-tunggu: Silaturahmi Tahunan (SITA) Thariqah Qudusiyah-Perkumpulan Islam Paramartha. Biasanya hanya menikmati sajiannya dari layar kaca (sejak pandemi) atau hadir ke acara di hari H, sebagai tamu saja. Menikmati hidangan lahir batin-nya. Meskipun sering berbicara di depan publik, menjadi MC di acara ini buat…

  • PADA SEBUAH PEMAKAMAN

    Selasa, 25 November 2008, menjelang pukul 4 sore. Langit cerah dan cuaca panas perlahan berubah menjadi mendung saat aku hadir di pemakaman itu. Perlahan-lahan sosok kaku berbalut kafan diturunkan menuju tempat peristirahatannya yang terakhir. Isak tangis perlahan, suasana haru dan sunyi menyelimuti pemakaman. Suara azan dilafazkan dan doa-doa dipanjatkan memohon keridhaan Sang Pencipta untuk menerima…

  • | |

    Eikei University Of Hiroshima: Peluang Beasiswa S1 Ke Jepang Untuk Lulusan SMU

    Belakangan ini sedang ramai perbincangan di sosial media terkait biaya universitas di Indonesia yang melambung tinggi. Ada satu postingan yang wara wiri di beranda FB saya menyarankan untuk melihat peluang sekolah di luar negeri, salah satunya di Jepang. Kali ini saya akan sharing sedikit terkait universitas tempat anak sulung saya sedang kuliah. Semoga informasi ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *