| |

TENTANG KEMATIAN

What is your biggest fear in life? For me, it is DEATH.

Topik tentang kematian bagi sebagian orang bukanlah hal yang menyenangkan untuk dibahas. Begitu juga bagi saya. Ia terasa begitu abu-abu, kelam, dan sulit dipahami. Sebagian besar orang mungkin akan menghindar untuk membahasnya—sama seperti saya dulu.

Sayangnya, satu-satunya hal yang paling pasti dalam hidup ini adalah kematian. Kita semua tahu kita tak bisa menghindarinya.

Dulu, saya cenderung takut membahas atau sekadar memikirkannya. Saya merasa tidak siap—terlalu banyak dosa. Kematian terasa seperti algojo yang memenggal kepala dan melemparkan kita entah ke mana. Pembicaraan tentang kematian bukan hal yang saya sukai. Membayangkannya pun saya tidak mau.

Namun, seiring bertambahnya usia, pemikiran tentang kematian menjadi tak terelakkan. Kepergian beberapa teman dan kenalan, baik secara mendadak maupun karena sakit, membuat saya mulai berpikir tentangnya. Tetapi bayangan yang muncul masih terasa suram—alam kubur yang gelap, himpitan tanah, kesendirian, malaikat yang menginterogasi dari kiri dan kanan. Bukan gambaran yang menyenangkan.

Hingga suatu masa, saya mengalami sebuah pengalaman spiritual yang mengubah cara pandang saya tentang kematian.

Saat raga saya sedang lemah, antara sadar dan tidak, saya merasakan ketenangan yang luar biasa—kedamaian yang tak bisa dibandingkan dengan kehidupan dunia ini. Ketenangan bersama sesuatu yang hakiki, abadi, dan jauh lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Kebahagiaan bersama Ilahi.

Saat terbangun, saya tersadar bahwa Tuhan sedang memberikan pengalaman sebuah ‘rasa’ kematian yang berbeda. Rasa yang membuat saya ingin benar-benar merasakannya nanti saat kematian datang. Bahwa kematian yang indah itu mungkin. Bahwa tragedi bernama kematian bisa jadi mengantarkan kita pada sesuatu yang jauh lebih baik dibandingkan dunia ini. Jika kita bisa mencapainya. Jika Dia izinkan.

Pengalaman ini mengubah cara pandang saya terhadap dunia. Saya mulai memahami bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini tak sebanding dengan kehidupan yang menanti di akhirat. Jika saya mau bersabar. Jika saya bersedia menerima takdir. Jika saya belajar untuk tidak mengeluh.

Kini, saya percaya bahwa kematian yang indah bergantung pada seberapa terlepas hati kita dari dunia ini. Ia hanya mungkin terjadi jika hati kita lapang dan tenang terhadap apa pun yang terjadi hari ini.

Karena ternyata, kematian yang indah itu berawal dari penerimaan sepenuh hati terhadap kehidupan.

Similar Posts

  • |

    Cerita tentang Gym

    Dulu nge-gym itu konotasinya gak terlalu baik di kepala saya. ‘Ngapain sih nge-gym, nanti jadi sokot’ (sokot’=berotot, bahasa Bengkulu), begitu saya berpikir kalau lihat yang nge-gym. Sampai kemudian saya dihadapkan pada kenyataan, meskipun sudah olahraga teratur, otot badan saya cenderung masih lemah, terutama daerah kaki. Saya masih suka lelah jika berjalan jauh, masih gampang sakit…

  • | |

    HATI

    Beberapa bulan yang lalu saya mendampingi suami memberikan training di salah satu perusahaan. Di salah satu sesi, saya memandu sebuah aktivitas dan melakukan debriefing untuk mengantarkan pada poin pembelajaran. Sebelumnya, saya secara singkat menjelaskan tentang suatu teori terkait ilmu psikologi sesuai latar belakang saya selama ini. Salah satu peserta memberikan argumen tentang teori ini, pada…

  • | | |

    INDONESIA GELAP

    Beberapa pekan terakhir, linimasa saya dipenuhi dengan berita yang tidak menyenangkan tentang negeri ini. Kasus korupsi oplosan Pertamax oleh pejabat Pertamina yang merugikan negara triliunan rupiah, simpang siurnya informasi terkait Danantara, pernyataan kontroversial para pejabat, hingga demonstrasi mahasiswa yang mewarnai hari-hari di tengah ketidakpastian ekonomi. Pengangguran meningkat, PHK terjadi di berbagai sektor, bisnis banyak yang…

  • ABAI

    Dalam perjalanan ke kantor saya menyaksikan sejumlah orang yang ‘nekat’ menyebrang jalan di jalur yang tidak seharusnya. Di jalur ini kendaraan cenderung melaju cepat, sementara tersedia JPO di sekitar sana. Mereka mengambil risiko mengabaikan keselamatan pribadi, untuk cepat sampai ke tujuan. Berjalan ke JPO mungkin terasa lebih melelahkan, lebih butuh upaya meskipun lebih aman dibandingkan…

  • | | |

    JALAN PULANG

    Jalan setapak yang hanya untuk kita. Mungkin mendaki, melelahkan, menyusahkan. Mungkin tak indah, tak gemerlap, tak terlihat. Namun, jalan itu membawa kita ke sana. Ke tempat yang paling dirindukan. Tempat asalnya dirimu, jiwamu. Kampung halaman. Dimana setiap jiwa akan kembali. Bertemu denganNya lagi.

  • | | |

    MINDFULNESS

    Belakangan ini sedang banyak himbauan utk hidup berkesadaran. Mindfulness. Gak cuma sekelewatan, namun juga dihayati, dipahami, dirasakan, sedang apa, buat apa, lahir batin. Namun buat saya belakangan hidup berkesadaran itu erat sekali dengan dzikrul maut. Gak hanya menghayati apa yang dilakukan, sadar kondisi per hari ini, tapi juga sadar penuh bahwa bisa jadi itu adalah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *