MENCARI TERANG DI DALAM GELAP

Puisi ini terlintas di suatu malam menjelang dini hari saat sulit terlelap, di tahun 2018 lalu. Tiba-tiba saya menyadari isi kepala saya penuh dan riuh sekali. Terlalu banyak ingin, percakapan, pertanyaan, lintasan pikiran yang kadang sulit dikendalikan. Kesadaran ini datang tiba-tiba dan merupakan salah satu hal yang saya sangat syukuri. Sejak saat itu, saya mulai lebih sering memperhatikan apa yang saya pikirkan. Mungkin dari sana berawal keinginan untuk lebih mindful, lebih khusyu’, lebih hadir, lebih melihat ke dalam dan memperhatikan apa yang terjadi di dalam diri sendiri.

Semoga teman-teman bisa menikmati juga puisi ini.

Similar Posts

  • TENTANG LAUT

    Laut dan saya adalah teman lama. Dibesarkan di daerah pinggir pantai, laut bukanlah tempat asing. Kepadanya saya sering berlari mengadukan lara hati. Sejak kecil, dia adalah tempat saya bermain. Mengejar kepiting kecil di pinggir pantai, mengumpulkan kerang2 yang terdampar, seraya mencari tahu nama hewan atau tumbuhan lainnya yang saya temukan di pinggirannya. Laut dan saya…

  • | |

    BERUNTUNG

    Keberuntungan terbesar adalah ketika Dia menunjuki kesalahan-kesalahanmu dan membuatmu bertobat karenanya. Ketika istighfarmu berbunyi, dan permohonan ampunanmu benar-benar terasa sampai ke jiwa. Di titik itu, akhirnya kau benar-benar bisa memahami apa artinya ‘Tunjuki aku jalan yang lurus’. Tak sekedar ucapan tanpa makna,yang berulang dilantunkan, 17 kali sehari, seperti mantra. Berulang, namun sepi dari rasa.

  • PUISI TENTANG KEMATIAN

    Hari ini kematian kembali menyapa,Lewat kepergian tiba-tiba seorang teman lama.Apa kabarmu, katanya?Masihkah kau merisaukan dunia,sementara kau tahu aku teman yang paling setia. Hari-hari ini kematian seringkali menyapaBerpapasan lewat kabar duka kerabat,kenalan, keluarga jauh yang pergi tiba-tiba.Duhai, kurasa aku terlalu abai padamu,Kau tahu aku terlalu takut mendekatimu. Itu karena kau tak mengenalku,Kematian tertawa.Kau terlalu tergantung pada…

  • | |

    CERITA KITA

    Cerita kita singkat saja, Sayang Tak lebih dari dua kepalan. Saat kau asyik menghitung ruasnya, Tak terasa kita tiba di tepian. Cerita kita singkat saja, Sayang Hanya dua kali kedatangan Tuan. Saat kelahiran dan kematian, Diantaranya kita berkelindan dalam kehidupan. Cerita kita singkat saja, Sayang. Cepatlah berbenah, Sebentar lagi waktunya pulang.

  • | | |

    FATAMORGANA

    Dan kamu tahu, Ratusan purnama berlalu, Ribuan cahaya datang dan pergi. Apakah dia meninggalkan jejak yang sama? Atau setidaknya menghapus luka? Kesedihan, gembira, duka, lara. Semua tipu daya. Sakit, senang, luka, dan nyaris binasa. Semua itu fatamorgana. Dia hanya semu belaka. Jadi harusnya kukembalikan lagi saja padaMu, Untuk dibuang habis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *