Setiap Kita Ada ‘Umat’nya.

Waktu kecil kakak saya berkomentar bahwa saya punya bakat menulis, saat membaca cerpen yang saya buat. Saat menginjak remaja, guru saya pun mengatakan hal yang sama, kali ini untuk essay yang saya tulis. Keyakinan ini kemudian diperkuat dengan diterbitkannya cerpen singkat saya di salah satu majalah Remaja Islam yang cukup dikenal saat itu.

Awal kehidupan dewasa pun saya masih memiliki keyakinan ini, ketika dosen pembimbing skripsi mengatakan tulisan saya bagus dan runtut alur berpikirnya.

Akan tetapi keyakinan ini kemudian perlahan luntur saat saya membaca tulisan teman-teman saya yang menurut saya ‘luar biasa’ dan ‘sangat menginspirasi’, saking bagusnya.

Saya mendadak merasa bukan siapa-siapa dan bukan ‘apa-apa’ di dunia tulis menulis. Perasaan ini kemudian membuat keinginan menulis terhenti. Ada perasaan ‘malu’ dan ‘minder’ utk mempublikasikan tulisan, sehingga perlahan-lahan kebiasaan menulis ini saya tinggalkan dan sempat terpikir bahwa ‘writing is not for me’.

Hingga di suatu titik, teman dekat saya menerbitkan sebuah buku. Keinginan menulis muncul kembali, namun masih tidak percaya diri. Saya mengirimkan contoh tulisan padanya, meminta pendapat dan bertanya apakah tulisan ini layak dibaca. ’Tulis saja sampai selesai’, katanya, ‘setiap tulisan ada pembacanya’.

Saya tiba-tiba tersadar, tulisan saya mungkin memang tidak sebagus mereka yang saya kagumi ini. Namun itu bukan berarti tidak ada artinya sama sekali. Jika bakat menulis itu ada, maka kewajiban saya adalah mengasah dan mengalirkannya. Perkara siapa yang akan membacanya, bukan hal yang penting.

Setiap tulisan ada audiensnya, sama seperti setiap kita ada umatnya. Tiap kita memiliki khasanah masing-masing. Bakat masing-masing. Khasanah ini ada, sejatinya untuk dialirkan pada orang lain. Agar ‘umat’ kita ini, merasakan manfaatnya.

Tidak selalu harus besar, atau se-‘wah’ orang lain. Seremeh apapun kelihatannya, bakat ini adalah titipanNya. Ketika dialirkan, akan dirasakan oleh ‘umat’ yang membutuhkannya.

Semoga kita dapat terus mengenali khasanah diri dan mengalirkannya sehingga dapat membahagiakan orang lain, ‘umat’ kita, dengan hal yang kita miliki.

Similar Posts

  • | | |

    JUMBO: KETIKA HIDUP BERJALAN TIDAK IDEAL

    Bagaimana jika hidup berjalan tidak ideal? Pertanyaan ini muncul di benak saya saat menonton Jumbo, sebuah film animasi yang sedang menarik perhatian. Tokoh-tokoh utamanya adalah empat anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak utuh. Don, misalnya, kehilangan ayah ibunya sejak balita dan dibesarkan oleh sang nenek. Nurman, Mae, dan Atta pun tidak tinggal bersama orang…

  • | |

    SAMPAI AKU MENGERTI, IBU

    Saat membaca buku Empat Arketipe karya Carl Gustav Jung, saya sangat terkesan dengan bagian archetype Ibu. Dalam teori Jung, sosok ibu merupakan sesuatu yang kompleks. Ia adalah representasi dari sesuatu yang agung, penuh welas asih dan kerahiman, namun juga bisa menjadi sosok yang kelam, seperti palung dalam yang menyimpan hal-hal suram dan tak terbayangkan. Kontras…

  • | | |

    HIDUP

    Beberapa kali lewat di beranda saya postingan seseorang mengenai orang lain yang bertindak ini dan itu. Netizen kemudian ramai-ramai mengomentari postingan tersebut, menilai dari sudut pandangnya tentang hidup orang lain. Tanpa pernah mengetahui sudut pandang yang punya hidup sendiri, terhadap persoalan mereka. Saling bersahutan, hiruk pikuk seperti pasar. Saya sendiri pernah merasakan menjadi topik postingan…

  • | | |

    PARENTING, FITRAH DIRI DAN PERUBAHAN

    Satu konsep yang cukup menarik yang pelajari di psikologi adalah definisi inteligensi sebagai kemampuan beradaptasi. Tidak hanya berkaitan dengan kemampuan memproses informasi atau mengingat sesuatu, namun juga hal penting dari inteligensi manusia adalah kemampuan beradaptasinya. Suatu malam, orang tua di WA Grup Keluarga Pintar membahas kemampuan beradaptasi ini dalam kaitannya dengan kemunculan AI yang konon…

  • KESULITAN

    Dalam sesi-sesi percakapan dengan beberapa teman yang sedang menjalani ujian hidupnya masing-masing, saya menemukan bagaimana seseorang tumbuh dalam kesulitan. Menjadi pribadi yang lebih tenang, humble, lebih welas asih pada orang lain. Saya juga melihat tumbuhnya empati yang besar, ketidakinginan lagi mengurusi dan menilai hidup orang lain. Kesulitan hidup tampaknya berhasil mentransformasi teman-teman saya, atau mgkn…

  • | |

    PENGINGAT DIRI

    Apakah ketika rezeki datang berlimpah kamu tetap bersyukur dan ketika kesulitan menghadang, kamu tetap bisa bersabar? Apakah semua tetap sama saja di hatimu, atau hatimu masih terbolak balik kuat terpengaruh ‘pemberian’nya? Apakah kamu bisa melihat Dia di setiap ‘pemberian’ atau terpaku pada wujud rupa pemberian-Nya? Iman-mu, apakah terpancang kuat, atau hanya sekedar di tepi? Jawabannya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *