MENANG

Beberapa hari lalu saya mengantar anak saya ke sebuah lomba. Saat menunggu giliran anak-anak tampil, saya mendengar salah satu orang tua berkata, ‘pemenang itu hanya juara 1, yang lain bukan juara.’

Terus terang saya agak shocked mendengarnya. Saya tidak sanggup membayangkan seorang anak sejak kecil ditekankan harus selalu jadi nomor 1. Harus jadi top of the top, bahkan mungkin untuk yang sesuatu yang bukan kekuatannya.

Mungkin maksud kita hanya ingin anak berusaha sebaik mungkin. Tapi apa yang kita sampaikan bisa jadi akan tertanam di diri anak dan membuat dia tidak puas dengan apapun pencapaiannya, meskipun sudah sangat ‘wow’ di mata orang lain. Dalam beberapa kasus saya menemukan orang dewasa yang tetap saja merasa ‘not good enough’ hanya karena belum sesuai target setinggi langit yang ditetapkannya.

Sebagai orang dewasa kita tentu paham, hidup seringkali tidak sejalan dengan apa yang kita mau. Betapa melelahkannya hidup harus selalu diisi pikiran, ‘ saya harus menang’, ‘saya harus juara’, dan saya harus saya harus lainnya, bahkan untuk sesuatu yang bukan kekuatannya.

Alih-alih mensyukuri apa yang ada di tangan, kita akan selalu kurang dan kurang, sehingga bisa jadi akan banyak melewati hal berharga dalam hidup.

Kita, orang tua, adalah dunia anak. Apa yang kita sampaikan, akan masuk dan tertanam dalam pikirannya. Menjadi ‘beliefs’ yang akan dia pegang, bahkan mungkin sampai dia mati. Kita tentu tidak ingin anak kita tumbuh menjadi orang yang cenderung tidak puas dengan pencapaiannya, selalu merasa kurang, butuh pengakuan, hanya karena ucapan yang kita katakan, bahkan mungkin dengan penuh kasih sayang.

Alih-alih meminta untuk selalu jadi ‘Sang Juara’, saya berpikir mungkin kita bisa meminta anak untuk melihat progressnya sejauh ini, bagaimana orang lain berusaha untuk bidang yang sama, dan juga menyiapkan diri sebaik mungkin dalam kompetisi. Belajar menghargai proses dan menjadikannya benchmark agar terus mau mencapai titik optimalnya.

Semoga kita selalu dituntun olehNya dalam membesarkan buah hati.

Similar Posts

  • | |

    MERANTAU

    ‘Bun, aku ingin ke Jepang’. Pertama kalinya si Abang mengutarakan keinginannya sekitar dua tahun lalu. Ibunya ini hanya mengiyakan dan berpesan agar dia mempersiapkan diri dan banyak berdoa jika memang ingin ke sana. Satu hal yang saya tekankan kala itu, kemungkinan dia tidak bisa sekolah di sana tanpa beasiswa, mengingat besarnya biaya hidup dan kuliah…

  • | | | |

    ADOPSI

    Salah satu sahabat saya mengadopsi anak beberapa bulan yang lalu. Anak kecil yang lucu, yang tidak diketahui siapa orang tuanya dan selama ini tinggal di salah satu panti di Jakarta. Saat dibawa pulang, anak ini terindikasi stunting dan kurang optimal perkembangannya. Namun beberapa bulan bersama, anak ini tumbuh ceria, sehat dan mengejar berbagai ketertinggalannya. Beberapa…

  • | | | |

    HAKIM

    Saya dibesarkan oleh ibu yang menerapkan strict parenting. Cenderung mengajarkan disiplin yang ketat dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar. Kontrol terhadap perilaku merupakan salah satu hal utama dalam pengasuhan ini. Hal yang mana di kemudian hari saya pahami membentuk sifat cenderung protes jika seseorang tidak bertindak seperti seharusnya. Saya jadi kurang dapat mentoleransi kesalahan orang…

  • | |

    BAKAT

    Suami saya seorang yang sangat senang dengan komputer. Meskipun tidak bekerja sebagai IT, dia sendiri yang bertanggung jawab membereskan masalah terkait IT yang terjadi di kantor. Ada satu joke yang sering saya dan teman saya lontarkan terkait keahliannya ini, ‘coba lihat nih nanti, kalau udah Noer yang pegang, pasti tiba-tiba bener sendiri’. ‘Laptopnya takut sama…

  • | | |

    IDE MAIN

    Masih inget gak mainan spt ini jaman dulu? Bisa lho diterapkan di rumah pengisi waktu luang anak. Cara mainnya mudah, dua org pemain secara bergiliran berusaha mengeluarkan koin pemain lawan dari garis batas. Apa yg diajarkan dr permainan ini? Keterampilan motorik halus (menyentil, mengatur kekuatan sentilan 😊), keterampilan sosial (bergiliran, bersikap sportif jika kalah), dan…

  • | |

    SAMPAI AKU MENGERTI, IBU

    Saat membaca buku Empat Arketipe karya Carl Gustav Jung, saya sangat terkesan dengan bagian archetype Ibu. Dalam teori Jung, sosok ibu merupakan sesuatu yang kompleks. Ia adalah representasi dari sesuatu yang agung, penuh welas asih dan kerahiman, namun juga bisa menjadi sosok yang kelam, seperti palung dalam yang menyimpan hal-hal suram dan tak terbayangkan. Kontras…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *