MINDFULNESS
Pernah berada dalam situasi raga sedang di suatu tempat, tapi pikiran sedang di tempat lain? Saya pernah, sering malah. Saya menyadari ini ketika di suatu pagi yang cerah, di tengah olahraga jalan kaki ringan yang saya lakukan, saya tersadar saya tidak menikmati keadaan.
Sepanjang jalan saya sibuk berpikir, harus kemana setelah ini, mau masak apa, harus menyiapkan apa dan sederet rencana yang akan dilakukan sepanjang hari.
Saya tidak menikmati udara segar, tanaman yang hijau, suasana perumahan yang asri, suara gemericik air dan masih banyak lagi. Saya melewatkan banyak hal di waktu hampir satu jam itu karena otak saya penuh dengan hal lain.
Saya kemudian merenung, apa sih yang menyebabkan saya seringkali tidak mindful begitu. Jawabannya karena saya cenderung banyak keinginan. Hati saya ramai, padat, penuh, riuh. Pikiran melompat-lompat seperti monyet berlompatan dari satu pohon ke pohon yang lain. Cenderung tidak bisa diam. Hening buat saya adalah sesuatu yang mahal.
Padahal salah satu hal yang penting yang diajarkan dalam Islam yang sering saya ingat adalah tuma’ninah. Diam, khusyu’, hadir, mengambil jeda. Jika sholat kita khusyu’, ada tuma’ninah, keseharian kita juga rasanya akan mindful. Apapun yang ada di tangan atau yang dihadirkan, akan dihayati dengan baik.
Perasaan hadir penuh ini penting, bukan hanya agar kita menyadari kondisi diri kita sepenuhnya, tapi juga untuk terhubung dengan diri yang lebih tinggi. Bagaimana kita akan bertransformasi dengan baik, kalau komponen ragawi saja, yg masih bisa dilihat, spt pikiran, perasaan dan fisik, tidak terkoneksi penuh satu sama lain.
Tanpa adanya konektivitas ini, sulit rasanya kita tumbuh. Baik secara fisik maupun spiritual.
Karena itu salah satu kata yang sering saya ingat dari seorang kakak seperjalanan adalah tertib dari pikiran. Belajar mengendalikan pikiran liar, belajar mengenalinya juga dan memohon kepada Tuhan untuk mengisinya dengan hal-hal baik.
Gak mudah pastilah, saya juga masih belajar. Tapi setidaknya sudah ada kesadaran ke arah sana, sangat saya syukuri sekali. Mengingat dulu sering sekali mengerjakan sesuatu tanpa mengambil waktu hening untuk menelisik hati dan pikiran saya sendiri.
Semoga kesadaran ini menuntun untuk lebih berhati-hati dan menjadi lebih baik lagi.
