| | |

KEMATIAN

Beberapa pekan ini saya menerima kabar beruntun kematian teman, saudara, maupun pasangan dari teman yang saya kenal cukup baik. Sebagian kematian ini diawali dengan sakit, sebagian lagi terjadi dengan tiba-tiba.

Kabar kematian ini datang beruntun seolah tidak memberi saya waktu untuk mencerna cukup jauh setiap beritanya.

Sembilan kabar kematian, dalam kurun waktu kurang lebih 3 Minggu saja, rasa-rasanya baru kali ini saya mengalaminya.

Saya sadar sepenuhnya Allah sedang memperingati saya tentang hal yang mungkin saya lalai belakangan ini. Mempersiapkan hal yang paling pasti dalam hidup ini yaitu kematian. Saya seperti tidak diberi waktu jeda untuk berpikir. Tidak diberi kesempatan untuk memalingkan arah muka.

Lihatlah ini, dengarlah ini, hanya ini saja akhir dari semua hiruk pikuk masalah, kekesalan, kemarahan, ketidakpuasan, kebingungan dan sejenisnya yang akan kamu alami di dunia ini. Hanya ruang petak kecil di sudut kubur yang akan kamu tempati dalam perjalanan menuju keabadian. Jadi untuk apa keluh kesah itu, untuk apa kemarahan dan ketidakpuasan itu, jika semuanya tidak akan melapangkan kepulanganmu ke sana.

Saya makin tersadar ruang sempit itu hanya akan lapang jika hati kita lapang. Hanya akan terang jika hati kita terang. Hanya akan ringan jika tidak terlalu banyak beban. Sayangnya hati seringkali terbolak balik antara lapang dan sempit, gelap dan terang. Beban juga masih terlalu banyak dan seringkali tidak berguna di perjalanan.

Saya belajar menghitung lagi perbekalan. Rasanya lebih banyak sia-sianya waktu dibanding amal shalih di dalamnya. Belajar memeriksa hati yang ternyata banyak sekali noda hitamnya. Saya hidup seolah semua akan langgeng saja dan kematian masih jauh dari jangkauan. Cenderung takut menghadapinya karena tahu tak sesiap seharusnya.

Siap tidak siap semua akan tiba waktunya. Waktu kita sudah tiba di ashar, kata seorang teman. Sepertinya sudah masuk antrian usia kita, kata teman yang lain. Kami tertawa membahasnya meskipun dalam hati mungkin kecut dan bertanya-tanya akan seperti apa pada akhirnya.

Hidup ini akan berakhir. Benar-benar akan berakhir. Tidak peduli seberapa suksesnya kamu, seberapa megah kelihatannya. Pun tidak peduli seberapa terpuruknya kamu, seberapa galaunya dan seberapa merananya. Semua hanya seperti permainan monopoli kanak-kanak, yang menanti waktu pulang ketika dipanggil orang tua. Tidak ada yang dibawa mati.

Yang dibawa pergi pada akhirnya bukan apa yang dicapai dan pengakuan orang lain, namun seberapa luas penerimaan terhadap apa yang dihadirkan. Seberapa ridho dan terhubungnya kita pada Dia, di setiap kejadian. Susah senang, lapang sempit, hanya kamuflase yang akan menyingkap Dia saat waktunya datang. Apakah kamu berhasil mengenal-Nya dalam kelapangan dan kesempitan? Atau akan pulang dengan tanpa pengetahuan sama sekali karena terlalu sibuk dengan apa yang Dia hadirkan di hadapan?

Duh, ini juga pertanyaan yang saya ajukan berkali-kali dan masih saya mohon pertolongan agar diampunkan karena kelalaian melihat Dia dalam semua keadaan.

Similar Posts

  • | | |

    LUKA BATIN

    Dalam ilmu psikologi saya belajar bagaimana mengelola emosi dengan baik. Mulai dari meredam gejala dengan ‘inhale-exhale’, mengubah posisi tubuh saat emosi negatif muncul, hingga mengambil wudhu, mengambil waktu jeda, agar tidak meledak tanpa kendali. Saya juga belajar mengelola emosi dari menerima emosi tersebut, mengakuinya, mencari penyebabnya, hingga mencoba menguasai skill-skill yang dibutuhkan, -seperti komunikasi assertif,…

  • | | |

    CERITA DARI TANAH PAPUA (1): MENEMUKAN KEMBALI MAKNA PEKERJAAN

    Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tanah Papua, pulau paling timur Indonesia. Awalnya aku tidak terlalu excited untuk berangkat—mungkin karena faktor usia, atau karena terlalu sering bepergian belakangan ini, membuatku kehilangan semangat untuk menjelajah. Ditambah lagi, kenyataan bahwa kepergian ke Tanah Papua ini akan sangat menyita stamina fisik, karena waktu kunjungan yang sangat padat….

  • SUDUT PANDANG

    Saat sedang mencuci piring dan menyiapkan makanan anak-anak di rumah, saya tiba-tiba menyadari saat ini, saya sering melakukannya dengan suka cita. Berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika saya merasa tugas-tugas rumah tangga hanya menambah beban saja. Seperti banyak ibu-ibu bekerja lainnya, merasa tidak adil saat harus berperan ganda. Bekerja juga, mengerjakan urusan rumah pun harus….

  • | |

    PUTRI ARIANI

    Putri Ariani sedang viral dimana-mana. Saat menonton video nya di AGT, saya seperti jutaan orang lainnya, merinding. Suaranya luar biasa bagus, talenta bermusiknya juga luar biasa memukau. Melihat penampilan Putri dari YouTube, saya memperhatikan sosok kedua orang tuanya. Ayah yang mengantarkan ke panggung, sesekali memeluk, menyampaikan kata-kata yang menguatkan. Ibu yang berdiri di pinggir panggung….

  • | | |

    TENTANG WAKTU

    Saya dulu sangat mengagumi orang-orang yang produktif, aktif, sibuk dan banyak karya. Untuk saya mereka-mereka ini contoh orang-orang yang berhasil dalam mengelola hidupnya. Tidak banyak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak perlu. Sibuk dengan kekaryaan dirinya, alih-alih mengurusi hal lain yang terkesan remeh temeh. Sampai kemudian saya menyadari ada suatu hal yang lebih penting dalam…

  • | |

    HIROSHIMA DAN KEJAHATAN MANUSIA

    Delapan puluh tahun lalu, pagi itu hidup berjalan sebagaimana biasa bagi sebagian besar dari mereka. Anak-anak berangkat ke sekolah, orang tua bekerja, sebagian tinggal di rumah untuk mengurus rumah. Anak-anak berlarian, remaja bercengkrama, orang dewasa mungkin dipusingkan dengan beban hidup di masa perang. Tidak ada yang menyadari bahwa sebentar lagi kehidupan di kota ini akan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *