| | |

KABUR AJA DULU

Sebagai ibu yang anaknya sedang merantau ke negeri orang utk pendidikan, tagar ini jadi terasa relate untuk saya. Pertanyaan yang diajukan beberapa orang saat sulungku pergi, ‘gimana kalau dia gak pulang lagi ke Indonesia?’

Tentu ada pertanyaan itu saat melepas si Abang pergi. Bagaimana jika dia betah di sana? Bagaimana jika akhirnya merasa negeri orang lebih cocok baginya untuk tumbuh dan berkembang? Bagaimana jika dia kemudian kecantol dengan orang lokal, atau negara lain dan kemudian memutuskan menikah dan seterusnya hidup di sana?

Sudah 1,5 tahun dia di sana, terlihat semakin nyaman dan mulai terbiasa dengan kehidupan di Jepang. ‘Di sini segalanya serba tertib, Bun, enak’. ‘Aku kangen orang-orangnya (Jakarta), tapi tidak suasananya’. Dalam beberapa kali kesempatan dia menyampaikan ini. ‘Sepertinya aku gak pulang lagi, hehehe’, yang masih saya tanggapi dengan tertawa saja.

Hingga saat sakit lalu, saya mulai merasakan kekhawatiran banyak orang tua. Bagaimana jika kondisi saya tidak terlalu baik di masa tua, siapa yang akan menemani? Bagaimana jika kondisinya nanti tidak seperti sekarang? Saya masih sehat, bisa bepergian dan banyak beraktivitas. Meskipun rutin berolahraga dan jaga pola makan, saya tahu bahwa tidak boleh dan tidak bisa mengandalkan hal tersebut.

Saya kemudian beristighfar. Jauh sekali saya berpikir. Sampai berapa lama akan hidup saja saya tidak tahu, masih ghaib. Tugas saya adalah belajar hidup hari ini, optimal di hari ini, tapi tidak terjebak rasa percaya diri ‘semua akan baik-baik saja’ karena usaha saya. Juga tidak terjebak khawatir berlebihan akan kondisi esok hari. Belajar berserah diri, sesuai dengan nama Diin saya ini: Islam, yang artinya berserah diri.

Jika memang anak-anak harus pergi, biarlah mereka pergi. Selama memang itu takdir terbaiknya, biarlah mereka menjemputnya. Saya tidak pernah tahu dimana ruang dharma terbaik mereka, akan seperti apa jalan ceritanya. Tugas saya hanya mendoakannya, dan memastikan saya sendiri tidak terjebak ilusi anak harus begini begitu agar hidupnya sukses di kemudian hari.

Hidup ke depan adalah ghoib. Untuk saya pribadi, insyaAllah akan selalu ada Allah yang menemani.

Similar Posts

  • MELAMPAUI BATAS

    Ampunkanlah perilaku kami yang melampaui batas… Tiba-tiba ingat potongan ayat/doa tersebut. Makin ke sini saya merasa banyak sekali perilaku saya yang melampaui batas, yang tidak saya sadari. Belanja di luar kebutuhan, respon emosi yang berlebihan terhadap sesuatu, memaksakan untuk mengikuti atau mendapatkan sesuatu, dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Panjang bener deretannya kalau diingat-ingat. Ukuran…

  • | | | |

    ADOPSI

    Salah satu sahabat saya mengadopsi anak beberapa bulan yang lalu. Anak kecil yang lucu, yang tidak diketahui siapa orang tuanya dan selama ini tinggal di salah satu panti di Jakarta. Saat dibawa pulang, anak ini terindikasi stunting dan kurang optimal perkembangannya. Namun beberapa bulan bersama, anak ini tumbuh ceria, sehat dan mengejar berbagai ketertinggalannya. Beberapa…

  • | | | | |

    Perempuan dan Fitrah

    Libur akhir tahun lalu aku menghabiskan waktu nyaris dua Minggu di rumah saja. Beberapa meeting direskedul, juga ada training yang ditunda pelaksanaannya, sehingga membuat libur akhir tahun ini benar-benar tanpa beban. Selama nyaris dua Minggu itu aku menghabiskan waktu dengan beragam urusan domestik. Beberes rumah, menata rumah yang memang baru kutempati tahun lalu, memasak dan…

  • | | | |

    PEMBATASAN

    Dulu saya orang yang keras kemauan. Jika ingin sesuatu sebisa mungkin saya berusaha mendapatkannya. Buat saya kala itu, kita bisa kalau kita mau. Selagi halal, lakukan apapun itu. Saat itu saya jarang berpikir apakah Allah suka akan hal ini, apakah itu baik untuk aspek batin saya, atau tidak. Waktu berlalu, sejalan dengan usia, hal-hal yang…

  • |

    Ruang Khalwat

    Guru saya berpesan, setiap mukmin hendaknya punya ruang tersendiri untuk bermunajat pada Allah. Tidak harus sebuah ruang besar, cukup sudut khusus untuk menghamparkan sajadah. Ruang munajat untuk ber-khalwat (menyendiri) dengan-Nya. Ruang ini saya wujudkan dalam bentuk pojok sholat atau tafakur di kamar kami. Sudut yang nyaman karena semua fasilitas yang dimudahkan Allah: pendingin ruangan, lantai…

  • TIDUR

    Kemarin saya kesulitan untuk tidur. Suatu hal yang tidak biasa untuk saya yang terbiasa tidur teratur, dan jarang sekali begadang. Entah bagaimana, hingga pukul 1 pagi, mata saya yang sudah dipaksa terpejam, tidak juga terlelap. Saya pikir hal ini terjadi karena saya tidur siang cukup panjang. Namun ketika dipikir-pikir lagi, sepertinya bukan itu. Saya kemudian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *