|

CERITA DARI RUANG TUNGGU RUMAH SAKIT

Tiga orang itu sedang bercakap-cakap seru ketika aku datang dan duduk di kursi di antara mereka. “Harus sering dilatih, Bu. Jangan biarkan ototnya jadi malas,” kata seorang Bapak berusia 52 tahun, menyemangati seorang ibu di kursi roda. Sang ibu datang ditemani anaknya, perempuan sekitar pertengahan 30-an.

Mereka sama-sama mendapat ujian stroke di paruh baya. Ujian yang tidak mudah.

“Saya berhenti bekerja untuk merawat Ibu,” ujar sang anak, yang dari wajah dan sikapnya tampak pekerja keras. Sesekali ia menyemangati ibunya, sambil bertanya penuh harap pada sang Bapak pejuang stroke yang berhasil pulih hingga bisa kembali mengendarai motor setelah dua tahun berjuang. Perjuangannya sungguh menginspirasi.

“Selama masih diberi Tuhan kesempatan hidup, kita harus berjuang. Selesainya sampai kematian,” katanya tegas. Keteguhan itu terpancar jelas.

Tak lama, perawat memanggil sang Bapak. Tinggallah saya bersama ibu dan anak itu. Si ibu mulai gelisah karena terlalu lama duduk. Dengan lembut, sang anak mengangkat tubuh ibunya, meregangkan kaki yang kaku. Saya terharu melihatnya. Cinta, ketulusan, dan kasih sayang begitu nyata di matanya. Tanpa keluhan, ia rela meninggalkan pekerjaan demi merawat ibunya. Sungguh pengabdian yang luar biasa.

Di rumah sakit, dalam kunjungan kesekian kali, saya kembali melihat rupa-rupa kehidupan manusia. Anak yang berbakti ini menginspirasi. Bapak yang tangguh membuka mata saya. Dan sekali lagi, saya disadarkan betapa tipis garis batas antara hidup dan mati. Cerita stroke yang tiba-tiba hadir begitu dekat, menegaskan kerentanan kita.

Dunia ini fana, kita semua tahu. Namun di rumah sakit, kefanaan itu terasa nyata. Semua orang khidmat, ada yang mendampingi keluarga berjuang melawan kanker, ada yang menunggu kabar di ruang operasi. Kematian terasa begitu dekat.

Kalau kematian adalah niscaya, bagaimana kita menghadapinya? Saya kembali diingatkan: berdamailah dengan kehidupan, karena semua ini hanya sebentar saja.

“Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari; maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan hanya sebentar saja, kalau kamu benar-benar mengetahui.” Demikian firman Allah dalam QS. Al-Mu’minun: 112-114.

Apakah kita akan menukar perjalanan panjang berikutnya dengan sengketa hidup yang fana? Semoga tidak, semoga tidak, semoga tidak.

Semoga kita bisa menjalani hidup yang bermakna hingga kematian tiba.

Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Similar Posts

  • PILIHAN DAN KEBERLIMPAHAN

    Salah satu hal yang saya syukuri dari pekerjaan di dunia training adalah bisa mencicipi makanan dari beragam hotel, di berbagai tempat. Semacam wisata kuliner, dengan beragam menu, dan itu gratis. Awalnya saya bahagia sekali karena mendapatkan kemudahan mencicipi makanan enak ini. Akan tetapi, belakangan saya mulai menyadari, ketika suatu kali makanan yang dihidangkan enak semua,…

  • |

    AYAH

    Di usia yang nyaris kepala 8 ini, Alhamdulillah masih cukup sehat untuk sholat ke masjid. Sesekali ada keluhan di kakinya karena faktor usia. Seingatku, belum pernah operasi besar. Beliau role model yang sangat baik, bagaimana seseorang yang rutin berolahraga, bisa tetap sehat meskipun tanpa diet makanan. Konsumsi makanannya sudah pasti full kolesterol, karena orang Minang…

  • | |

    CERITA SAHABAT

    Kemarin saya mendapatkan pembelajaran yang luar biasa dari cerita salah satu sahabat saya, ibu Lulu Lumi Dewi Sekarsasi ‘Lulu’ . Dia bercerita tentang pembongkaran makam salah satu kerabatnya, utk keperluan pemakaman kerabat yang lain. MasyaAllah, saat makam dibongkar, kondisi mayyit masih dalam keadaan utuh dan baik. Kain kafan dan tubuh tidak hancur, hanya di beberapa…

  • ORANG-ORANG SUCI

    Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah postingan di IG, tentang kisah seorang Nenek/Mbah yang mengetuk hati saya. Beliau ini tuna netra, sehari-hari mencari nafkah dengan berjualan tempe di pasar. Dari hasil berjualannya ini, beliau setiap hari hanya mengambil 50 ribu rupiah, dan sisanya disedekahkan ke masjid. Berapapun hasil yang beliau peroleh hari itu. Pernah suatu…

  • | | |

    Induk Gajah, Pengasuhan, dan Refleksi Diri

    Libur lebaran lalu saya menyempatkan diri menonton drama series Induk Gajah, rekomendasi dari seorang teman. Cerita hubungan ibu dan anak dengan latar belakang budaya Batak dan dibumbui percintaan hasil perjodohan. Drama komedi yang lucu, menarik dan sepertinya juga cukup hits saat ini. Satu hal yang menarik yang tertangkap oleh saya adalah karakter Marsel, yang diperankan…

  • MAKNA HIDUP

    Duluu.. Saya penuh pertanyaan spt ini. Untuk apa mengabdi? Apa itu mengabdi? Apa itu menjadi khalifah? Setiap org pemimpin, katanya, minimal pemimpin utk diri sendiri. Masa iya? Pemimpin yang seperti apa? Masa sama dan seragam, utk miliaran org di dunia ini? Masa tidak ada yang spesifik, yang khas untuk kita? Kalau semua pemimpin, siapa dong…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *