BE YOURSELF
Kata-kata ini sering kita dengar mungkin ya, ‘Be Yourself’, ‘Jadilah Diri Sendiri’, apa adanya saja. Apalagi ketika masih muda, sepertinya kata-kata ini terngiang-ngiang di telinga saya, agar tidak terintimidasi dengan pencapaian orang lain, tuntutan sosial dan lain sebagainya.
Pertanyaannya sebenarnya: jadi diri sendiri yang mana? Kalau dilihat dari kacamata psikologi, yang namanya diri kita ini, kepribadian kita ini, kita sekarang apa adanya ini, ya bentukan dari banyak hal. Ada faktor bawaan, hasil pengasuhan dan interaksi dengan sekitar/lingkungan, entah teman, saudara, sahabat, lingkungan secara keseluruhan atau yg lebih makro lagi kondisi sosial ekonomi bangsa ini dan keadaan umum dunia saat kita hidup. Nah, pertanyaannya apakah itu adalah our true self? Kayaknya enggak juga ya. Di titik sekarang malah saya bisa bilang ‘BUKAN’.
Lalu our true self itu yang seperti apa sebenarnya? Siapa yang paling tahu tentang kita? Kayaknya siapa lagi kalau bukan Yang Menciptakan Kita. Ya kan? Seperti kalau kita bikin sesuatu, yang paling tahu tentang sesuatu itu ya kita lah. Bahannya dari apa, dibikin buat apa, bolong-bolongnya dimana, kekuatan dan kelebihannya apa, ya kita yang buat. Begitu juga diri kita ini. Ya yang paling tahu Yang Maha Menciptakan. Tuhan, Allah, God, Entitas Tunggal Yang Maha Segala-gala itu.
Pertanyaannya, pernah gak kita tanya Tuhan, sebenarnya saya ini siapa sih? Engkau maunya apa sih ke diri saya ini? Jangan-jangan selama ini kita sibuk aja jadi diri sendiri versi hawa nafsu. Merasa diri bisa ini bisa itu, hebat di sini hebat di situ, kurang di sini kurang di situ, tanpa meminta pertolonganNya untuk benar-benar menunjukkan yang terbaik untuk kita. Tanpa tendensi, tanpa keinginan berlebihan. Jadi nol, kata salah satu teman saya. Dan itu susah sekali.
Seringkali kita memohon, Ya Allah saya inginnya ini, kabulkan dong…Ya Allah saya pengen jadi itu, bisa dong…ya Allah saya maunya ke sana, boleh ya…segala hal yang menyangkut inginnya saya, maunya saya, dan kemudian kita persepsi sebagai saya.
Berat ya, iya berat. Kata Guru saya mulai dengan istighfar, mulai dengan taubat. Mulai dengan keinginan untuk kembali. Kembali padaNya, mau diatur olehNya, mau dibentuk dengan bentukanNya, hingga akhirnya benar-benar jadi alatNya.
Saat itu terjadi, ‘kita’ sudah tidak ada. Menjelma jadi ‘kita sejati’.
Wallahu’alam.