PEMAHAMAN
Orang-orang yang mengenal saya di fase remaja awal hingga remaja akhir, mgkn akan mengingat saya sebagai pribadi yang ‘shalihah’. Berkerudung panjang, aktif ikut pengajian, nyaris tak pernah absen ke masjid, mengajar mengaji anak-anak, sangat membatasi pergaulan dengan laki-laki, nyaris tak pernah lepas Dhuha, tahajud, tilawah Qur’an setiap hari. Sangat hati-hati mendengar musik dan cenderung mengharamkannya karena melalaikan hati.
Tapi orang-orang yang mengenal saya di fase kehidupan setelahnya, mungkin akan mengingat saya dengan cara yang berbeda. Senang bergaul dengan siapa saja, laki-laki ataupun perempuan, jilbab pendek, penampilan ya gak syar’i2 banget, mendengarkan musik bahkan sangat menikmatinya. Masih shalat dan mengaji AlQuran, namun ya hanya rutinitas saja. Intinya saya menjadi pribadi yang berbeda.
Perubahan ini menjadi tanda tanya untuk orang lain. Kenapa saya bisa begitu ‘futur’, terlempar dari jama’ah? Melakukan hal-hal yang dulu mungkin saya anggap ‘dosa’ dengan lebih enteng tanpa merasa bersalah.
Di tahap ini jika saya ditanya mana yang lebih baik, maka saya akan menjawab tidak tahu. Allah memperjalankan saya sedemikian rupa untuk merasakan segala jenis kehidupan, warna-warninya, sehingga dihadiahi sedikit pemahaman tentang orang-orang di dalamnya. Pemahaman ini menimbulkan empati tersendiri. Tidak semua yang tampak urakan buruk, pun tidak semua yang tampak ‘shalihah’ itu baik. Jika ditanya, maka saya akan menjawab org yang baik adalah org yang hati nya benar-benar mencari Dia.
Ibadah saja tanpa pemahaman yang dalam tentang kenapa pentingnya, rentan dalam pijakan. Dia sewaktu-waktu bisa berubah, terlepas, jika tidak memahami ‘why’ nya. Apa urgensinya, apa pentingnya, kenapa saya harus beribadah sedemikian rupa? Untuk apa?.
Saat ini keinginan utk beribadah dan menjalankan syariat Islam mulai muncul kembali karena kesadaran. InsyaAllah begitu dan mudah-mudahan begini seterusnya. Menjaga jiwa itu penting, menjaga hati itu penting. Hidup tanpa jiwa yang bangun dan hati yang mati, seperti zombie. Ada namun tiada.
Meskipun beribadah intens, landasannya mungkin hanya sebatas mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya, biar gak masuk neraka, bisa jadi akan rentan sekali ketika muncul seribu tanya di hati. Belum tentu sadar akan 1001 penyakit hati yang menghijab sehingga perilaku menimbulkan tanda tanya orang lain.
Itu yang terjadi dengan saya dulu. Untuk orang-orang yang dikaruniai dengan bakat kritis, akan ada fase-fase pertanyaan tentang kenapa harus begini dan begitu muncul kembali. Terlebih lagi jika melihat orang-orang yang tampak shaleh, namun memperlakukan orang lain dengan tidak baik.
Beragama tanpa pemahaman yang sesuai dengan kebutuhan dirinya, buat saya rentan sekali. Beruntung saya bertemu dengan seorang Guru yang bisa menjawab semua pertanyaan saya tentang kenapa harus beribadah, kenapa orang tampak shalih tapi bisa berperilaku sebaliknya, kenapa orang yang keliatan urakan bisa kadang sedemikian tulus. Apakah orang-orang baik non-muslim akan masuk neraka atau tidak, dan lain sebagainya. Pertanyaan yang dulu saya simpan sendiri karena khawatir jika menanyakannya saya akan dicap aneh.
Bersyukur saya menemukan Guru yang mengajarkan pada saya esensi, tentang apa-apa yang ada di dalam. Tentang ma’rifat, dan bagaimana syariat membantu mendaki tangga ma’rifat yang sulit ini.
Beruntung juga saya dikaruniai sekian pelajaran hidup yang membuat saya mulai memahami apa yang esensi dan tidak esensi dalam hidup ini, memahami pentingnya terang di hati dan mulai berhati-hati dengan hawa nafsu sendiri, meskipun masih sering sulit mengendalikan nya. Namun itu lebih baik bahkan daripada tidak mengenalinya sama sekali.
Semoga pemahaman pelan-pelan yang Allah hadirkan ini terhunjam kuat di hati, sehingga tidak menjadi goyah lagi. Semoga bisa menjadi pelajaran juga untuk semua, bahwa pemahaman yang baik tentang ‘kenapa-nya?’ perlu diajarkan saat kita mengajarkan anak untuk rajin beribadah atau mengikuti syariat tertentu. Dengan begitu mudah-mudahan yang terbangun adalah kebutuhan, bukan keharusan yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan ‘pemberontakan’.
Wallahu’alam bishshawab.